A. Masalah-Masalah Internal Belajar
Faktor
internal yang dialami dan dihayati oleh siswa yang berpengaruh pada proses
belajar sebagai berikut.
1. Sikap terhadap
Belajar
Sikap
merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang membawa diri
sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu, mengakibatkan
terjadinya sikap menerima, menolak, mengabaikan. Sikap menerima, menolak, atau
mengabaikan suatu kesempatan belajar merupakan urusan pribadi siswa. Akibat
penerimaan, penolakan, atau pengabaian kesempatan belajar tersebut akan berpengaruh pada perkembangan
kepribadian.
2. Motivasi Belajar
Motivasi
belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar.
Motivasi belajar pada diri siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi belajar
akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan menjadi
rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat
terus-menerus. Agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, pada tempatnya
diciptakan suasana belajar yang menggembirakan.
3. Konsesntrasi Belajar
Konsentrasi
belajar merupakan kemampuan memuasatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan
perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses pemerolehannya.
Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan
bermacam-macam strategi belajar-mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar,
serta selingan istirahat.
4. Mengolah Bahan
Belajar
Mengolah
bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara pemerolehan
ajaran sehingga menjadi bermakana bagi siswa. Cara pemerolehan ajaran berupa
cara-cara belajar sesuatu, seperti bagaimana menggunakan kamus, daftar
logaritma, atau rumus matematika.
5. Menyimpan Porelahan
Hasil Belajar
Menyimpan
perolehan hasil belajar merupakan kemapuan menyimpan isi pesan dan cara
perolehan pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam waktu
pendek dan waktu yang lama. Proses belajar terdiri dari proses pemasukan,
proses pengolahan kembali dan hasil, dan proses penggunan kembali.
6. Menggali Hasil
Belajar yang Tersimpan
Menggali
hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah
terterima. Dalam hal pesan baru, siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari
kembali atau mengaitkannya dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama, siswa akan
memanggil atau membangkitkan pesan dan pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil
belajar. Proses menggali pesan lama tersebut
dapat berwujud (1) transfer belajar, atau (2) unjuk prestasi belajar.
Penggalian hasil yang tersimpan ada hubungannya dengan baik atau buruknya
penerimaan, pengolahan, dan penyimpanan pesan.
7. Kemampuan
Berprestasi atau Unjuk Hasil Belajar
Kemampuan
berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Pada tahap ini siswa
membuktikan keberhasilan belajar. Siswa menunjukkan bahwa ia telah mampu
memecahkan tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil belajar. Dari pengalaman
sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian siswa tidak mampu
berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh oleh
proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan, pengolahan, penyimpanan,
serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman. Bila proses-proses
tersebut tidak baik, siswa dapat berprestasi kurang atau dapat juga gagal
berprestasi.
8. Rasa Percaya Diri
Siswa
Rasa
percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari
segi pengembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari
lingkungan. Dalam proses belajar, diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan
tahap pembuktian “perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan rekan sejawat
siswa. Makin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin memperoleh
pengakuan umum, dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat.
9. Intelegensi dan
Keberhasilan Belajar
Menurut
Wechler (Monks dan Knoers, Siti Rahayu Haditono) intelegensi adalah suatu
kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah,
berpikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Menurut
Siti Rahayu Haditono, di Indonesia ditemukan banyak siswa memperoleh angka
hasil belajar yang rendah. Hal itu disebabkan oleh faktor-faktor seperti (1)
kurangnya fasilitas belajar di sekolah dan rumah di berbagai pelosok, (2) siswa
makin dihadapkan oleh berbagai pilihan dan mereka merasa ragu dan takut gagal,
(3) kurangnya dorongan mental dari orang tua karena orang tua tidak mengerti
apa yang dipelajari oleh anaknya di sekolah, (4) keadaan gizi yang rendah
sehingga siswa tidak mampu belajar yang lebih baik, serta (5) gabungan dari
faktor-faktor tersebut, mempengaruhi berbagai hambatan belajar.
10. Kebiasaan Belajar
Dalam
kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik.
Kebiasaan belajar tersebut antara lain (1)
belajar pada akhir semester, (2) belajar tidak teratur, (3)
menyia-nyiakan kesempatan belajar, (4) bersekolah hanya untuk bergengsi, (5)
datang terlambat bergaya pemimpin, (6) bergaya jantan, seperti merokok, sok
menggurui teman lain, dan (7) bergaya minta “belas kasihan” tanpa belajar.
11. Cita-Cita Siswa
Cita-cita
merupakan motivasi intrinsik. Cita-cita
tersebut perlu dididikkan. Didikan memiliki cita-cita harus dimulai sejak
sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita
sudah semakin terarah. Cita-cita merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri
siswa.
B. Faktor-Faktorn
Ekstern Belajar
1. Guru sebagai Pembina
Siswa Belajar
Guru
adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai
dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsanya. Sebagai
seorang guru yang pengajar, ia bertugas mengelola kegiatan belajar siswa di
skolah. Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang tumbuh menjadi
penyandang profesi guru bidang studi tertentu. Guru juga menumbuhkan diri
secara profesional. Dia bekerja dan bertugas mempelajari profesi guru sepanjang
hayat.
2. Sarana dan Prasarana
Pembelajaran
Prasarana
pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olahraga, ruang
ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana pembelajaran meliputi
buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah, dan
berbagai media pengajaran yang lain. Lengkapnya prasana dan sarana pembelajaran
merupakan kondisi pembelajaran yang baik.
Prasarana
dan sarana digunakan untuk mempermudah siswa belajar. Dengan tersedianya
prasarana dan sarana belajar berarti menuntut guru dan siswa dalam
menggunakannya.
3. Kebijakan Penilaian
Proses
belajar mencapai puncak pada hasil belajar siswa atau unjuk kerja siswa.
Sebagai suatu hasil maka unjuk kerja tersebut, proses belajar berhenti untuk
sementara. Dan terjadilah penilaian. Dengan penilaian yang maksud adalah
penetuan sampai sesuatu dipandang berharga, bernutu, atau bernilai. Ukuran
tentang hal itu berharga, bermutu, atau bernilai datang dari orang lain. Dalam
penilaian hasil belajar maka penentu keberhasilan belajar tersebut adalah guru.
Guru adalah pemegang kunci pembelajaran. Guru menyusun desain pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil belajar.
Hasil
belajar merupakan hasil proses belajar. Hasil belajar dinilai dengan
ukuran-ukuran guru, tingkat sekolah, dan tingkat nasional. Dengan ukuran-ukuran
tersebut, seorang siswa yang keluar dapat digolongkan lulus atau tidak lulus.
Dari segi proses belajar, keputusan tentang hasil belajar berpengaruh tindak
siswa dan tindak guru.
4. Lingkungan Sosial Siswa di Sekolah
Siswa-siswa
di sekolah membentuk lingkungan pergaulan, yang dikenal sebagai lingkungan
sosial siswa. Dalam lingkungan sosial tersebut ditemukan adanya kedudukan dan
peranan tertentu.
Tiap
siswa berada dalam lingkungan sosial
siswa di sekolah. Ia memiliki kedudukan dan peranan yang diakui oleh sesama.
Jika seorang siswa terterima maka ia dengan mudah menyesuaikan dan segera dapat
belajar. Sebaliknya, jika tertolak maka ia akan merasa tertekan.
5. Kurikulum Sekolah
Program
pembelajaran di sekolah mendasarkan diri pada suatu kurikulum. Kurikulum yang
di berlakukan di sekolah adalah kurikulum nasional yang disahkan oleh
pemerintah, atau suatu kurikulum yang disahkan oleh suatu yayasan pendidikan.
Kurikulum sekolah tersebut berisi tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan belajar-mengajar,
dan evaluasi. Berdasarkan kurikulum tersebut guru menyusun desain instruksional
untuk membelajarkan siswa. Hal itu berarti bahwa program pembelajaran di
sekolah sesuai dengan sistem pendidikan nasional.
C. Cara Menentukan Masalah-Masalah dalam Belajar
1. pengamatan Perilaku Belajar
Sekolah merupakan pusat pembelajaran. Guru bertindak
menjelaskan dan siswa bertindak belajar. Tindakan belajar tersebut dilakukan
oleh siswa. Siswa mengalami tindak belajarnya sendiri sebagai suatu proses
belajar yang berjalan dari waktu ke waktu. Siswa dapat menghentikan sendiri,
atau mulai belajar lagi. Dengan kata lain, perilaku belajar merupakan “gejala
belajar” menurut pengamat. Sedangkan tindak belajar atau proses belajar
merupakan “gejala belajar” yang dialami dan dihayati oleh siswa.
Guru selaku pembelajar bertindak membelajarkan,
dengan mengajar. Guru selaku mengamat, melakukan pengamatan terhadap perilaku
siswa. Jadi ada perbedaan guru, yaitu peran membelajarkan dan peran pengamat
untuk menemukan masalah-masalah belajar. Bila masalah siswa ditemukan, maka
peran guru sebagai pendidik adalah berusaha membantu memecahkan masalah
belajar.
Peran pengamatan perilaku belajar dilakukan sebagai
berikut.
a.
Menyusun
rencana pengamatan, seperti tindakan belajar berkelompok atau belajar sendiri,
dsb.
b.
Memilih
siapa yang akan diamati, yang meliputi beberapa orang siswa.
c.
Menentukan
berapa lama berlangsungnya pengamata, seperti dua, empat atau lima bulan.
d.
Menentukan
hal-hal yang akan diamati, seperti cara siswa membaca, cara menggunakan media
belajar, prosedur, dan cara proses belajar sesuatu.
e.
Mencatat
hal-hal yang diamati.
f.
Menafsirkan
hasil pengamatan. Untuk memperoleh informasi tentang pengamatan perilaku
belajar tersebut, bilan perlu guru melakukan wawancara pada siswa tertentu
untuk mempermudah pengamatan, pada tempatnya guru menggunakan lembar pengamatan
perilaku belajar. (Semiawan, et. al, 1987; Biggs & Telfer, 1987).
2. Analisis Hasil Belajar
Setiap kegiatan belajar akan berakhir dengan hasil
belajar. Hasil belajar tiap siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil
belajar kelas. Bahan mentah hasil belajar terwujud dalam lembar-lembar jawaban soal ulangan atau ujian, dan yang
berwujud karya atau benda. Semua hasil belajar tersebut merupakan bahan yang
berharga bagi guru dan siswa. Bagi guru, hasil belajar didwa dikelasnya berguna
untuk melakukan perbaikan tindak mengajar dan evaluasi. Sedangkan bagi siswa,
hasil belajar tersebut berguna untuk memperbaiki cara-cara belajar lebih lanjut.
Oleh karena itu, pada tempatnya guru, mengadakan analisis tentang hasil belajar
siswa dikelasnya.
Analisis hasil belajar siswa merupakan pekerjaan
khusus. Hal ini pada tempatnya dikuasai dan dikerjakan oleh guru. Dalam
melakukan analisis belajar, pada tempatnya guru melakukan langkah-langkah
berikut.
a.
Merencanakan
analisis sejak awal semester, sejalan dengan desain intruksional,
b.
Merencanakan
jenis-jenis pekerjaan siswa yang dipandang sebagai hasil belajar.
c.
Merencanakan
jenis-jenis ujian dan alat evaluasi; kemudian menganalisis kepantasan jenis
ujian dan alat evaluasi tersebut.
d.
Mengumpulkan
hasil belajar siswa, baik berupa jawaban ujian tulis, ujian lisan, dan karya
tulis maupun benda.
e.
Melakukan
analisis secara statistik tentang angka-angka perolehan ujian dan
mengkategorikan karya-karya yang tidak bisa diangkakan.
f.
Mempertimbangkan
hasil pengamatan pada kegiatan belajar siswa; perilaku belajar tersebut
dikategorikan secara ordinal.
g.
Mempertimbangkan
tingkat kesukaran bahan ajar bagi kelas, yang dibandingkan dengan program
kurikulum yang berlaku.
h.
Memperhatikan
kondisi-kondisi ekstern yang berpengaruh atau diduga ada pengaruhnya dalam
belajar.
i.
Guru
juga melancarkan suatu angkeet evaluasi pembelajaran pada siswa menjelang akhir
semester, pada angket tersebut dapat ditanyakan tanggapan siswa tentang
jalannya proses belajar-mengajar dan kesukaran bahan belajar.
Dengan analisis tersebut, guru mengambil kesimpulan
tentang hasil belajar kelas dan individu. (Winkel, 1991: 325-37; Biggs &
Telfer, 1987: 459-506)
3. Tes Hasil Belajar
Pada penggal proses belajar dilancarkan tes hasil
belajar. Adapun jenis tes yang digunakan umumnya digolongkan sebagai tes lisan
dan tes tertulis. Tes tertulis terdiri dari tes esai dan tes objektif.
Kelebihan tes lisan adalah (i) penguji dapat
menyesuaikan bahasa dengan tingkat gaya tangkap siswa, (ii) penguji dapat
mengejar tingkat penguasaan siswa tentang pokok bahasan tertentu, dan (iii)
siswa dapat melengkapi jawaqban lebih leluasa. Sedangkan kelemahannya adalah
(i) penguji dapat terjerumus pada kesan subjektif atas perilaku siswa, dan (ii)
memerlukan waktu yang lama.
Kelebihan tes tertulis adalah (i) penguji dapat
menguji banyak siswa dalam waktu terbatas, (ii) objektivitas pengerjaan tes
terjamin dan mudah diawasi, (iii) penguji dapat menyusun soal-soal yang merata
pada tiap pokok bahasan, (iv) penguji dengan mudah dapat menentukan standar
penilaian, dan (v) dalam pengerjaan soal, siswa dapat memilih menjawab urutan
soal sesuai kemampuannya. Kelemahannya adalah (i) penguji tidak sempat
memperoleh penjelasan tentang jawaban siswa, (ii) rumusan pertanyaan yanh tak
jelas menyulitkan siswa, dan (iii) dalam pemeriksaan dapat terjadi
subjektivitas penguji.
Kelebihan pada tes esai adalah (i) penguji dapat
menilai dan meneliti kemampuan siswa bernalar, dan (ii) bila cara memberi angka
ada kriteria jelas maka dapat menghasilkan data objektif. Sedangkan kelemahan
pada tes ini adalah (i) jumlah soal sangat terbatas dan kemungkinan siswa
berspekulasi dalam belajar, serta (ii) objektivitas pengerjaan dan pembinaan
sukar dilakukan.
Kelebihan dari tes objektif adalah (i) penguji dapat
membuat soal yang banyak dan meliputi semua pokok bahasan, (ii) pemeriksaan
dapat dilakukan secara objektif dan cepat, (iii) siswa tak dapat berspekulasi
dalam belajar, serta (iv) siswa yang tak pandai menjelaskan dengan bahasa yang
baik tidak terhambat. Sedangkan kelemahan dari tes objektif adalah (i)
kemampuan siswa bernalar tidak tertangkap, (ii) penyusunan tes memakan waktu
yang lama, (iii) memakan dana besar, (iv) siswa yang pandai menerka jawaban
dapat keuntungan, dan (v) pengarsipan soal sukar dan memungkinkan kebocoran.
Tes hasil belajar adalah alat untuk membelajarkan
siswa. Meskipun demikian, keseringan menggunakan tes tertentu akan menimbulkan
kebiasaan tertentu. Artinya, jenis tes tertentu akan membentuk jenis-jenis
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik tertentu. Pada tempatnya guru
mempertimbangkan dengan seksama kelebihan dan kelemahan jenis hasil tes belajar
yang digunakan.
Tes hasil belajar dapat digunakan untuk (i) menilai
kemajuan belajar dan (ii) mencari masalah-masalah dalam belajar. Untuk menilai
kemajuan dalam belajar, pada umumnya penyusun tes adalah guru itu sendiri.
Untuk mencari masalah-masalah dalam belajar, sebaiknya penyusun tes adalah tim
guru bersama-sama konselor sekolah. Oleh karena itu, pada tempatnya guru
profesional memiliki kemampuan melakukan penelitian secara sederhana. (Winkel,
1991; Biggs & Telfer, 1987)
Sumber: Mudjiono & Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran.Jakarta. PT
Rineka Cipta.
Untuk pertanyaan ditutup kamis pkl. 4 sore ya...
BalasHapusLisa Ariani
BalasHapusNim A1B110007
Dalam menyimpan Perolehan Hasil Belajar, disitu dikatakan Proses belajar terdiri dari proses pemasukan, proses pengolahan kembali dan hasil, dan proses penggunaan kembali.
Saya meminta kelompok menjelaskan dan berikan contoh.
Makasih......
1. Untuk pertanyaan lisa, yg dimaksud dr proses belajar tersebut adalah, dimulai dari proses pemasukan dimana siswa akan diberi pengetahuan yang bersangkutan dgn mata pelajaran yg diajarkan oleh guru. Kemudian, pada proses pengolahan kembali dan hasil adalah siswa tersebut menganalisis atau mengolah penjelasan guru tersebut ke pemahamannya sendiri. Saat dia paham, maka itulah yg disebut dgn hasil. Terakhir, saat siswa tersebut mendapatkan tugas dari guru, maka dia bisa mengerjakan kembali, itulah yang disebut dgn proses penggunaan kembali.
HapusRizky Setiawan
BalasHapusNIM A1B110039
"Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah terterima. Dalam hal pesan baru, siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari kembali atau mengaitkannya dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama, siswa akan memanggil atau membangkitkan pesan dan pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar. Proses menggali pesan lama tersebut dapat berwujud (1) transfer belajar, atau (2) unjuk prestasi belajar."
Kutipan di atas saya ambil berdasarkan postingan dari kelompok 9. Mohon jelaskan praktik proses penggalian pesan lama tersebut. Terimakasih.
Transfer belajar dilakukan oleh guru dan siswa, entah itu guru ke siswa, siswa ke guru atau antara sesama siswa, adapun yang ditransfer adalah pengalaman. Sedangkan untuk prestasi belajar yang dimaksudkan sebagai penumbuh motivasi dalam belajar.
HapusRahmi Nike Rosahin
BalasHapusA1B110035
Bagaimana cara menumbuhkan kepercayaan diri siswa yang tidak memiliki motivasi dalam belajar dan sangat kurang dalam berkonsentrasi ?
nama: Mustikasari
HapusNim: A1B110025
saya akan mencoba menanggapi pertanyaan dari saudari Nike
menurut saya cara yang terbaik untuk menggenjot kepercayaan diri siswa yang memiliki motivasi rendah dalam belajar adalah dengan memberikan penguatan-penguatan pada siswa,jika ada siswa yang menjawab pertanyaan atau memberikan tanggapan yang masih kurang tepat, guru tidak boleh langsung menyalahkan, guru harus memberikan penguatan agar dia tidak merasa minder ketiak ingin mengungkapkan pendapat atau menjawab sebuah pertanyaan yang diajukan padanya.
kemudian bagaimana cara meningkatkan kosentrasi saat prosess belajar berlangsung, itu dapat dilakukan dengan menjadikan si siswa itu sebagai subjek belajar, bukan objek belajar. dengan begitu si siswa terlibat langsung sehingga si siswa merasa menjadi bagian dari proses belajar berlangsung dan dia akan berkosentrasi pada saat proses belajar berlangsung,,
terimakasih,,,
Cara menumbuhkan kepercayaan diri siswa yang tidak memiliki motivasi dalam belajar dan sangat kurang dalam berkonsentrasi secara umum tergantung situasi dan kondisi di kelas, bagaimana guru memberikan motivasi siswa secara keseluruhan. Sedangkan secara personalnya guru mata pelajaran yang bersangkutan harus berkolaborasi dengan guru BK, bagaimana memberikan motivasi secara khususnya.
HapusMina Emylia Olfah
BalasHapusA1B110004
Apa penyebab siswa kurang tanggap dan kurang berkonsentrasi terhadap pembelajaran di kelas?
bagaimana cara mengatasinya?
Mohon maaf memakai blog wacana,hehehe
saya lupa password blog.
nama: Mustikasari
HapusNim: A1B110025
Saya akan mencoba memberikan tanggapan untuk saudara mina,,,
menurut saya penyebab siswa yang kurang tanggap dan kurang berkosentrasi itu banyak hal yang mempengaruhi. salah satunya adalah model pembelajaran yang digunakan yang kurang menarik. selain itu ada juga yang dikarenakan situasi atau kondisi kelas yang tidak kondusif untuk belajar, sehingga menyebabkan siswa malas sehingga kosentrasinya bubar, kemudian masalah diluar sekolah dan lain sebagainya.
Cara mengatasi hal di atas yaitu diperlukan peran guru yang besar dalam menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, sehingga siswa dapat berantusias dalam proses belajar, selain itu guru juga harus cerdas bentuk-bentuk motivasi apa yang dapat membangkitkan gairah siswa untuk belajar sehingga dia termotivasi untuk turut serta dan tanggap saat proses belajar-mengajar berlangsung,,,,
menurut saya itu saja,, lebih kurangnya saya minta maaf...hehe
Penyebab kurang tanggap dan kurang berkonsentrasi terhadap pembelajaran di kelas adalah pembelajaran yang kurang menyenangkan dan situasi kelas maupun lingkungan yang kurang baik. Cara mengatasinya dengan memberikan model pembelajaran yang sesuai dan menyenangkan. Di awal kegiatan belajar mengajar guru harusnya memperhatikan situasi kelas, baik itu kerapian, kebersihan, sehingga sebelum kegiatan belajar dimulai situasi sudah ideal untuk kegiatan belajar mengajar.
HapusMuklis Dwi Putra
BalasHapusNIM A1B110038
Assalamualaikum wr. wb.
Sewaktu melakukan penelitian di Sekolah Dasar (SD). Saya menemukan masalah yang diungkapkan oleh seorang guru yang mengajar di sekolah tersebut. Masalahnya adalah, 60% siswa hanya dapat berkonsentrasi selama 10 menit pertama saat pembelajaran dimulai, kemudian siswa-siswa tersebut kehilangan konsentrasinya dalam menerima pelajaran. menurut pendapat kelompok, bagaimanakah cara seorang guru dalam mengatasi masalah tersebut terimakasih...
Cara seorang guru dalam mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan variasi dalam mengajar, sehingga pembelajaran tersebut lebih menarik bagi siswa. Jika mengajar hanya dengan satu metode, biasanya pembelajaran cenderung membosankan.
BalasHapusNama: Mustikasari
BalasHapusNim: A1B110025
saya akan mencoba menanggapi pertanyaan dari saudara Muklis,,
Menurut saya cara yang baik untuk mengembalikan kosentrasi siswa yang hilang itu yaitu dengan banyak menggunakan media yang berbeda, saat proses belajar berlangsung si guru jangan hanya mengguakan satu media penunjang akan tetapi harus lebih banyak agar siswa menjadi fokus dan semakin penasaran. dan juga guru harus menciptakan suasana kelas yang kondusf dan menyenangkan. dengan cara itu siswa akan selalu berkosentrasi saat belajar.
terimakasih,,,
SYIFA AULIA
BalasHapusA1B110041
Menurut saya cara untuk melakukkan agar anak didik berkonsentrasi adalah dengan memberikan pusat perhatian, misalkan dengan menulis judul pembelajaran pada kertas karton berwarna, lalu ditempelkan di papan tulis. Lebih banyak menunjukkan contoh nyata, jangan hanya teori-teori yang membuat anak merasa bosan dalam pembelajaran. Pengendalian kelas pun memang benar harus dikuasai oleh sang guru karena sesungguhnya kekuasaan di dalam kelas milik guru. Biasakan melakukan evaluasi tanya jawab lisan terhadap beberapa anak setiap selesai PBM. Sehingga anak akan selalu memperhatikan sungguh-sungguh pelajaran yang diberikan agar mereka dapat menjawab pertanyaan nantinya.