Rabu, 15 Mei 2013

Masalah-Masalah Belajar Pada Anak Didik


 A. Masalah-Masalah Internal Belajar
Faktor internal yang dialami dan dihayati oleh siswa yang berpengaruh pada proses belajar sebagai berikut.
1. Sikap terhadap Belajar
Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu, mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, mengabaikan. Sikap menerima, menolak, atau mengabaikan suatu kesempatan belajar merupakan urusan pribadi siswa. Akibat penerimaan, penolakan, atau pengabaian kesempatan belajar  tersebut akan berpengaruh pada perkembangan kepribadian.
2. Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Motivasi belajar pada diri siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus-menerus. Agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, pada tempatnya diciptakan suasana belajar yang menggembirakan.
3. Konsesntrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memuasatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses pemerolehannya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar-mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar, serta selingan istirahat.
4. Mengolah Bahan Belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakana bagi siswa. Cara pemerolehan ajaran berupa cara-cara belajar sesuatu, seperti bagaimana menggunakan kamus, daftar logaritma, atau rumus matematika.
5. Menyimpan Porelahan Hasil Belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemapuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam waktu pendek dan waktu yang lama. Proses belajar terdiri dari proses pemasukan, proses pengolahan kembali dan hasil, dan proses penggunan kembali.
6. Menggali Hasil Belajar yang Tersimpan
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah terterima. Dalam hal pesan baru, siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari kembali atau mengaitkannya dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama, siswa akan memanggil atau membangkitkan pesan dan pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar. Proses menggali pesan lama tersebut  dapat berwujud (1) transfer belajar, atau (2) unjuk prestasi belajar. Penggalian hasil yang tersimpan ada hubungannya dengan baik atau buruknya penerimaan, pengolahan, dan penyimpanan pesan.
7. Kemampuan Berprestasi atau Unjuk Hasil Belajar
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak  proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajar. Siswa menunjukkan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian siswa tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh oleh proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan, pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman. Bila proses-proses tersebut tidak baik, siswa dapat berprestasi kurang atau dapat juga gagal berprestasi.
8. Rasa Percaya Diri Siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi pengembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar, diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian “perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Makin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin memperoleh pengakuan umum, dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat.
9. Intelegensi dan Keberhasilan Belajar
Menurut Wechler (Monks dan Knoers, Siti Rahayu Haditono) intelegensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Menurut Siti Rahayu Haditono, di Indonesia ditemukan banyak siswa memperoleh angka hasil belajar yang rendah. Hal itu disebabkan oleh faktor-faktor seperti (1) kurangnya fasilitas belajar di sekolah dan rumah di berbagai pelosok, (2) siswa makin dihadapkan oleh berbagai pilihan dan mereka merasa ragu dan takut gagal, (3) kurangnya dorongan mental dari orang tua karena orang tua tidak mengerti apa yang dipelajari oleh anaknya di sekolah, (4) keadaan gizi yang rendah sehingga siswa tidak mampu belajar yang lebih baik, serta (5) gabungan dari faktor-faktor tersebut, mempengaruhi berbagai hambatan belajar.
10. Kebiasaan Belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain (1)  belajar pada akhir semester, (2) belajar tidak teratur, (3) menyia-nyiakan kesempatan belajar, (4) bersekolah hanya untuk bergengsi, (5) datang terlambat bergaya pemimpin, (6) bergaya jantan, seperti merokok, sok menggurui teman lain, dan (7) bergaya minta “belas kasihan” tanpa belajar.
11. Cita-Cita Siswa
Cita-cita merupakan motivasi intrinsik.  Cita-cita tersebut perlu dididikkan. Didikan memiliki cita-cita harus dimulai sejak sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita sudah semakin terarah. Cita-cita merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri siswa.

B. Faktor-Faktorn Ekstern Belajar
1. Guru sebagai Pembina Siswa Belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsanya. Sebagai seorang guru yang pengajar, ia bertugas mengelola kegiatan belajar siswa di skolah. Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang tumbuh menjadi penyandang profesi guru bidang studi tertentu. Guru juga menumbuhkan diri secara profesional. Dia bekerja dan bertugas mempelajari profesi guru sepanjang hayat.
2. Sarana dan Prasarana Pembelajaran
Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olahraga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah, dan berbagai media pengajaran yang lain. Lengkapnya prasana dan sarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik.
Prasarana dan sarana digunakan untuk mempermudah siswa belajar. Dengan tersedianya prasarana dan sarana belajar berarti menuntut guru dan siswa dalam menggunakannya.
3. Kebijakan Penilaian
Proses belajar mencapai puncak pada hasil belajar siswa atau unjuk kerja siswa. Sebagai suatu hasil maka unjuk kerja tersebut, proses belajar berhenti untuk sementara. Dan terjadilah penilaian. Dengan penilaian yang maksud adalah penetuan sampai sesuatu dipandang berharga, bernutu, atau bernilai. Ukuran tentang hal itu berharga, bermutu, atau bernilai datang dari orang lain. Dalam penilaian hasil belajar maka penentu keberhasilan belajar tersebut adalah guru. Guru adalah pemegang kunci pembelajaran. Guru menyusun desain pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil belajar.
Hasil belajar merupakan hasil proses belajar. Hasil belajar dinilai dengan ukuran-ukuran guru, tingkat sekolah, dan tingkat nasional. Dengan ukuran-ukuran tersebut, seorang siswa yang keluar dapat digolongkan lulus atau tidak lulus. Dari segi proses belajar, keputusan tentang hasil belajar berpengaruh tindak siswa dan tindak guru.
4.  Lingkungan Sosial Siswa di Sekolah
Siswa-siswa di sekolah membentuk lingkungan pergaulan, yang dikenal sebagai lingkungan sosial siswa. Dalam lingkungan sosial tersebut ditemukan adanya kedudukan dan peranan tertentu.
Tiap siswa berada dalam lingkungan  sosial siswa di sekolah. Ia memiliki kedudukan dan peranan yang diakui oleh sesama. Jika seorang siswa terterima maka ia dengan mudah menyesuaikan dan segera dapat belajar. Sebaliknya, jika tertolak maka ia akan merasa tertekan.
5. Kurikulum Sekolah
Program pembelajaran di sekolah mendasarkan diri pada suatu kurikulum. Kurikulum yang di berlakukan di sekolah adalah kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerintah, atau suatu kurikulum yang disahkan oleh suatu yayasan pendidikan. Kurikulum sekolah tersebut berisi tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Berdasarkan kurikulum tersebut guru menyusun desain instruksional untuk membelajarkan siswa. Hal itu berarti bahwa program pembelajaran di sekolah sesuai dengan sistem pendidikan nasional.
C. Cara Menentukan Masalah-Masalah dalam Belajar
1. pengamatan Perilaku Belajar
Sekolah merupakan pusat pembelajaran. Guru bertindak menjelaskan dan siswa bertindak belajar. Tindakan belajar tersebut dilakukan oleh siswa. Siswa mengalami tindak belajarnya sendiri sebagai suatu proses belajar yang berjalan dari waktu ke waktu. Siswa dapat menghentikan sendiri, atau mulai belajar lagi. Dengan kata lain, perilaku belajar merupakan “gejala belajar” menurut pengamat. Sedangkan tindak belajar atau proses belajar merupakan “gejala belajar” yang dialami dan dihayati oleh siswa.
Guru selaku pembelajar bertindak membelajarkan, dengan mengajar. Guru selaku mengamat, melakukan pengamatan terhadap perilaku siswa. Jadi ada perbedaan guru, yaitu peran membelajarkan dan peran pengamat untuk menemukan masalah-masalah belajar. Bila masalah siswa ditemukan, maka peran guru sebagai pendidik adalah berusaha membantu memecahkan masalah belajar.
Peran pengamatan perilaku belajar dilakukan sebagai berikut.
a.       Menyusun rencana pengamatan, seperti tindakan belajar berkelompok atau belajar sendiri, dsb.
b.      Memilih siapa yang akan diamati, yang meliputi beberapa orang siswa.
c.       Menentukan berapa lama berlangsungnya pengamata, seperti dua, empat atau lima bulan.
d.      Menentukan hal-hal yang akan diamati, seperti cara siswa membaca, cara menggunakan media belajar, prosedur, dan cara proses belajar sesuatu.
e.       Mencatat hal-hal yang diamati.
f.       Menafsirkan hasil pengamatan. Untuk memperoleh informasi tentang pengamatan perilaku belajar tersebut, bilan perlu guru melakukan wawancara pada siswa tertentu untuk mempermudah pengamatan, pada tempatnya guru menggunakan lembar pengamatan perilaku belajar. (Semiawan, et. al, 1987; Biggs & Telfer, 1987).

2. Analisis Hasil Belajar
Setiap kegiatan belajar akan berakhir dengan hasil belajar. Hasil belajar tiap siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Bahan mentah hasil belajar terwujud dalam lembar-lembar  jawaban soal ulangan atau ujian, dan yang berwujud karya atau benda. Semua hasil belajar tersebut merupakan bahan yang berharga bagi guru dan siswa. Bagi guru, hasil belajar didwa dikelasnya berguna untuk melakukan perbaikan tindak mengajar dan evaluasi. Sedangkan bagi siswa, hasil belajar tersebut berguna untuk memperbaiki cara-cara belajar lebih lanjut. Oleh karena itu, pada tempatnya guru, mengadakan analisis tentang hasil belajar siswa dikelasnya.
Analisis hasil belajar siswa merupakan pekerjaan khusus. Hal ini pada tempatnya dikuasai dan dikerjakan oleh guru. Dalam melakukan analisis belajar, pada tempatnya guru melakukan langkah-langkah berikut.
a.       Merencanakan analisis sejak awal semester, sejalan dengan desain intruksional,
b.      Merencanakan jenis-jenis pekerjaan siswa yang dipandang sebagai hasil belajar.
c.       Merencanakan jenis-jenis ujian dan alat evaluasi; kemudian menganalisis kepantasan jenis ujian dan alat evaluasi tersebut.
d.      Mengumpulkan hasil belajar siswa, baik berupa jawaban ujian tulis, ujian lisan, dan karya tulis maupun benda.
e.       Melakukan analisis secara statistik tentang angka-angka perolehan ujian dan mengkategorikan karya-karya yang tidak bisa diangkakan.
f.       Mempertimbangkan hasil pengamatan pada kegiatan belajar siswa; perilaku belajar tersebut dikategorikan secara ordinal.
g.      Mempertimbangkan tingkat kesukaran bahan ajar bagi kelas, yang dibandingkan dengan program kurikulum yang berlaku.
h.      Memperhatikan kondisi-kondisi ekstern yang berpengaruh atau diduga ada pengaruhnya dalam belajar.
i.        Guru juga melancarkan suatu angkeet evaluasi pembelajaran pada siswa menjelang akhir semester, pada angket tersebut dapat ditanyakan tanggapan siswa tentang jalannya proses belajar-mengajar dan kesukaran bahan belajar.
Dengan analisis tersebut, guru mengambil kesimpulan tentang hasil belajar kelas dan individu. (Winkel, 1991: 325-37; Biggs & Telfer, 1987: 459-506)
3. Tes Hasil Belajar
Pada penggal proses belajar dilancarkan tes hasil belajar. Adapun jenis tes yang digunakan umumnya digolongkan sebagai tes lisan dan tes tertulis. Tes tertulis terdiri dari tes esai dan tes objektif.
Kelebihan tes lisan adalah (i) penguji dapat menyesuaikan bahasa dengan tingkat gaya tangkap siswa, (ii) penguji dapat mengejar tingkat penguasaan siswa tentang pokok bahasan tertentu, dan (iii) siswa dapat melengkapi jawaqban lebih leluasa. Sedangkan kelemahannya adalah (i) penguji dapat terjerumus pada kesan subjektif atas perilaku siswa, dan (ii) memerlukan waktu yang lama.
Kelebihan tes tertulis adalah (i) penguji dapat menguji banyak siswa dalam waktu terbatas, (ii) objektivitas pengerjaan tes terjamin dan mudah diawasi, (iii) penguji dapat menyusun soal-soal yang merata pada tiap pokok bahasan, (iv) penguji dengan mudah dapat menentukan standar penilaian, dan (v) dalam pengerjaan soal, siswa dapat memilih menjawab urutan soal sesuai kemampuannya. Kelemahannya adalah (i) penguji tidak sempat memperoleh penjelasan tentang jawaban siswa, (ii) rumusan pertanyaan yanh tak jelas menyulitkan siswa, dan (iii) dalam pemeriksaan dapat terjadi subjektivitas penguji.
Kelebihan pada tes esai adalah (i) penguji dapat menilai dan meneliti kemampuan siswa bernalar, dan (ii) bila cara memberi angka ada kriteria jelas maka dapat menghasilkan data objektif. Sedangkan kelemahan pada tes ini adalah (i) jumlah soal sangat terbatas dan kemungkinan siswa berspekulasi dalam belajar, serta (ii) objektivitas pengerjaan dan pembinaan sukar dilakukan.
Kelebihan dari tes objektif adalah (i) penguji dapat membuat soal yang banyak dan meliputi semua pokok bahasan, (ii) pemeriksaan dapat dilakukan secara objektif dan cepat, (iii) siswa tak dapat berspekulasi dalam belajar, serta (iv) siswa yang tak pandai menjelaskan dengan bahasa yang baik tidak terhambat. Sedangkan kelemahan dari tes objektif adalah (i) kemampuan siswa bernalar tidak tertangkap, (ii) penyusunan tes memakan waktu yang lama, (iii) memakan dana besar, (iv) siswa yang pandai menerka jawaban dapat keuntungan, dan (v) pengarsipan soal sukar dan memungkinkan kebocoran.
Tes hasil belajar adalah alat untuk membelajarkan siswa. Meskipun demikian, keseringan menggunakan tes tertentu akan menimbulkan kebiasaan tertentu. Artinya, jenis tes tertentu akan membentuk jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik tertentu. Pada tempatnya guru mempertimbangkan dengan seksama kelebihan dan kelemahan jenis hasil tes belajar yang digunakan.
Tes hasil belajar dapat digunakan untuk (i) menilai kemajuan belajar dan (ii) mencari masalah-masalah dalam belajar. Untuk menilai kemajuan dalam belajar, pada umumnya penyusun tes adalah guru itu sendiri. Untuk mencari masalah-masalah dalam belajar, sebaiknya penyusun tes adalah tim guru bersama-sama konselor sekolah. Oleh karena itu, pada tempatnya guru profesional memiliki kemampuan melakukan penelitian secara sederhana. (Winkel, 1991; Biggs & Telfer, 1987)

Sumber: Mudjiono & Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran.Jakarta. PT Rineka Cipta.



Rabu, 24 April 2013

Review dari bahan Kelompok 5 IBM

Rahmi Nike Rosahin
A1B110035


1. Bagaimana cara kita sebagai calon guru mendidik dan mengajar anak untuk menjadi lebih baik lagi, tetapi dalam kenyataannya anak tersebut memang sulit sekali untuk dididik dan diajari?2. Seorang guru dituntut untuk tampil sempurna, tapi guru juga manusia. Apa yang harus guru lakukan disaat ia sedang sakit maupun sedang mengalami suatu permasalahan, tapi harus sempurna dalam mengajar?3. Tolong ya jelaskan lebih rinci mengenai prinsip-prinsip humanistik approach!
Apa berarti guru itu menghegemoni siswanya?
Apa dapat disimpulkan ideologi yang dipegang guru akan dipegang siswanya pula?
Jika iya, bagaimana sebaiknya ideologi seorang guru itu?
A1B110007
Saya ingin meminta penjelasan kalian tentang guru harus memiliki kemampuan profesional, Memiliki kapasitas intelektual, Memilki sifat edukasi sosial.
Coba kalian jelaskan dan berikan contohnya...
Saya ingin meminta penjelasan kalian tentang guru harus memiliki kemampuan profesional, Memiliki kapasitas intelektual, Memilki sifat edukasi sosial.
Coba kalian jelaskan dan berikan contohnya...
“Guru di sekolah tidak hanya sebagai transmiter, tetapi juga sebagai transformer dan katalisator dari nilai dan sikap.”
Tolong jelaskan beserta contoh mengenai peranan guru sebagai transformer dan katalisator itu seperti apa? 



Tanggapan kami
1. Sebaiknya kita sebagai calon pendidik selain mengajarkan juga memperhatikan aspek-aspek apa saja yang bisa membuat siswa termotovasi dan bersemangat dalam belajar baik di rumah nanti maupun di sekolah. sehingga siswa bisa lebih mudah menangkap pelajaran, baik dalam kelas maupun saat dia mengerjakan PR.
2. guru juga manusia. tetapi semua itu tergantung tekad yang dimiliki oleh guru dalam mengajar di kelas. kalau guru tersebut sakit atau memiliki permasalahan tetapi masih sanggup dalam belajar, maka mungkin dengan mengaplikasikan metode yang akan digunakan di kelas nantinya mungkin akan menyempurnakan bagaimana cara mengejar guru tersebut di kelas. tentunya tanpa mencampuradukkan antara masalah di luar kelas dalam mengajar nantinya. tetapi, kalau guru tersebut meraasa kesulitan atau tidak mampu, dia bisa meminta tolong kepada guru pengganti untuk mengajar atau memberikan siswa tugas untuk dikerjakan selama jam pelajaran berlangsung.
3. Humanistik approach atau pendekatan humanistik disini adalah menekankan bahwa pendidikan yang utama adalah menjalin komunikasi dan relasi personal antara pribadi danm antarpribadi atau kelompok di dalam komunitas sekolah.

Rizky Setiawan

Guru sebagai inisiator, yakni pencetus ide-ide.

tanggapan kami
guru dapat memberikan hegemoni kepada siswanya karena saat di dalam kelas, guru mempunyai kekuasaan di dalam kelas. sehingga apa yang disampaikan guru (seperti materi) akan diikuti oleh siswanya.
Ideologi guru tidak mesti dipegang oleh siswanya karena tiingkatan siswa yang diajar, kalau siswa SD, ideologi guru sepenuhnya diikuti siswa SD karena siswa SD belum punya kemampuan memilah baik benar dengan baik. Kalau tingkat menengah, sudah tidak sepenuhnya.
Ideologi guru yang baik adalah tergantung tingkatan pemikiran siswa.


Lisa Ariani

Tanggapan kami
kemampuan profesional: guru harus mempunyai kemampuan profesional dalam mengajar karena guru itu haruslah bisa mendidik, membimbinga dan memberikan motivasi kepada siswa untuk bisa membentuk karakter siswa.
kapasistas intelektual: guru harus mempunyai pengetahuan yang lebih dari siswa karena guru sebagai panutan di dalam kelas. karena guru tidak hanya sekedar tahu dalam teori tetapi juga bisa mengaplikasikannya ke dalam kelas.
edukasi sosial: guru juga harus memiliki sifat ini, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. karena untuk adanya timbal-balikb sosial antara guru dan siswa di dalam sekolah.

Rina Rahmawati 
A1B110002


tanggapan kami
peranan guru sebagai transformer: guru mengubah perilaku anak didiknya ke arah yang lebih baik. contohnya siswa yang awalnya malas, diubah menjadi kearah yang lebih rajin.
peranan guru sebagai katalisator: guru sebagai pembaharu. yang dimaksud adalah memperbaharui pengetahuan anak didiknya.

 Ibu Noor Cahaya
Coba tanggapi untuk semua kelompok pernyataan ini "kedudukan guru mencerminkan profesionalitasnya, namun masih saja terdapat oknum guru yang menjadi "tim sukses" untuk Ujian Nasional anak didiknya." Kira-kira dalam hal ini siapa yang harus dibenahi? 

tanggapan kami
oknum guru yang menjadi "tim sukses" untuk UN, jelas yang harus dibenah itu adalah pribadi guru itu sendiri. tidak seharusnya guru seperti itu dijadikan pedoman (karena melakukan kecurangan). tetapi, kita juga harusnya mengerti maksud dari diadakan UN untuk mengetahui tolak ukur pendidikan di daerah tersebut. kalau banyak yang tidak lulus, maka pemerintah harusnya mencari tahu masalah apa yang terjadi sehingga banyak yang tidak lulus. sehingga kejadian banyak siswa yang tidak lulus bisa diperkecil.

Kamis, 14 Maret 2013

Mengomentari Pertanyaan di Blog Kelompok 2 IBM


Rahmi Nike Rosahin
A1B110035

Apakah ada hubungan antara tujuan akhir dan tujuan intermedier dengan tujuan pengajaran yang dilakukan seorang guru. Berikan alasannya! Jika ada bagaimana kita sebagai calon guru menyiapkan hal tersebut untuk anak didik kita nanti?
Jawaban: antara tujuan akhir dan tujuan intermedier saling berkaitan. Karena untuk mencapai tujun akhir, kita memerlukan trik-trik khusus (tujuan intermedier) untuk mempermudah tujuan pengajaran guru dan tujuan akhir sehingga tercapainya hasil akhir yang merupakan tujuan akhir  dalam mengajar di dalam kelas. Untuk tercapainya semua tujuan tersebut, kita sebagai calon gurulah yang berperan untuk menyiapkan model-model pembelajaran yang pas. Sehingga akhirnya mendukung tujuan tersebut.
Muklis Dwi Putra
A1B110038

"Dengan menyadari dan memahami “siapa Dia”, ”mengapa dia diadakan kedunia ini”, dan “harus kemana nantinya”. Konsepsi seperti ini sangat penting sebagai landasan filosofis dan dasar motivasi untuk melakukan aktivitas belajar-mengajar."

Saya pernah membaca ada konsep yang mirip dengan konsepsi diatas dari buku yang membahas ilmu tauhid dalam agama Islam yang bahasannya mirip dengan kutipan makalah kelompok kalian. yang berbunyi "Siapa yang menciptakan dirinya (manusia)?", "hidup di dunia untuk apa?", dan "kemana ia setelah kehidupan ini?"

Pertanyaan saya mengapa konsep yang saya baca itu mirip dengan konsepsi yang kelompok kalian sampaikan?

Apakah ada kemungkinan kalau konsep itu awalnya dari buku yang saya baca kemudian diubah atau bagaimana?
Jawaban: Pada dasarnya kedua konsep tersebut sama. Karena tujuan manusia berada di dunia ini agar menemukan siapa jati dirinya. Sehingga untuk memotivasi dalam pengajaran, dibuatlah filosofi yang telah disebutkan diatas. Karena manusia yang menemukan jati dirinya itu adalah manusia yang utuh, yang diharapkan dirumuskan GBHN untuk menjadi manusia pembangunan di Negara Indonesia ini.
Dessy Amelia
A1B110024

Di atas sudah kalian paparkan bahwa Tujuan pendidikan Nasional Indonesia adalah ingin membentuk manusia yang Pancasilais, yang ingin membentuk manusia-manusia pembangunan.
nah, yang ingin saya tanyakan
1. apa yang dimaksud dengan manusia-manusia pembangunan itu?
2. manusia pancasilais itu seperti apa, apakah sama dengan manusia pembangunan, karena saya belum memahami dari kalimat-kalimat di atas?
Jawaban: manusia pembangunan merupakan manusia yang dapat mengaktualisasikan potensi yang ada di dalam dirinya, mempunyai inisiatif, dan dapat memecahkan bermacam persoalan yang terjadi. kita dapat menyimpulkan bahwa setiap pembangunan tidak hanya berurusan dengan produksi atau distribusi barang-barang material, non material juga dapat dikatakan sebagai pembangunan.
-manusia pancasilais adalah manusia yang memiliki pandangan hidupbyang diyakini, manusia pancasilais memandang bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dapat dijadikan pedoman dalam menjalani hidup. Manusia pancasilais mengamalkan keseluruhan sila yang terdapat dalam pancasila seperti memiliki agama, mengakui persamaan derajat, memiliki solidaritas dan rasa cinta terhadap tanah air, mengakui bahwa setiap manusia nempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban, dan manusia yang bersikap adil terhadap sesama. Itulah yang dinamakan manusia pancasilais.
menurut saya manusia pancasialis dan manusia pembangunan itu sama, karena pada dasarnya kedua manusia tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu membentuk manusia yang berkarakter serta berupaya untuk menciptakan dan meningkatkan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraan manusia itu sendiri.
jika dilihat dari ciri-ciri manusia pembangunan dan sila-sila pancasila, secara umum sama saja. inti dari keduanya adalah manusia yang mampu menempatkan dirinya menjadi rekan sesama manusia (sosial) sekaligus menjadi hamba Tuhan pada saat yang bersamaan. jika kedua hal tersebut ada pada diri seseorang secara utuh, bisa dikatakan orang tersebut merupakan manusia pembangunan dan pancasilais, itu artinya pendidikan baik formal maupun yang diajarkan oleh lingkungan bisa dikatakan berhasil.
Jadi, pantas saja apabila tujuan pendidikan nasional ingin membentuk semua orang menjadi manusia yang pancasilais dan manusia-manusia pembangunan. Tetapi kenyataan di lapangan hal itu sulit sekali terjadi.
Rina rahmawati
A1B110002
untuk mencapai tujuan akhir maupun tujuan intermedier., kira-kira menurut kelompok, apa sih yang menjadi hambatan dalam mencapai tujuan2 tersebut? lalu bagaimana cara mengatasinya?
Jawaban: hambatan kedua tujuan tersebut, karena kurikulum yang sering berubah. Sehingga tujuan pembelajaran pun juga ikut berubah. Walaupun kurikulum berubah, karena memiliki tujuan yang baik agar kita tidak tertinggal jauh dari Negara-negara asing. Tetapi, akibat dari kurikulum yang berubah itulah yang menghambat kedua tujuan tersebut tercapai. Cara mengatasi kurikulum yang berubah adalah cara kinerja guru yang cepat dan tanggap agar kurikulum bisa menyatu dipembelajaran di kelas.
Maulida Astuti
NIM A1B110023

Kalian menyebutkan tujuan pendidikan nasional adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingkat nasional. Apakah dengan dilaksanakannya ujian nasional, tujuan pendidikan nasional itu sudah tercapai? Menurut kalian, apakah ujian nasional itu perlu?
Jawaban: Dilaksanakannya ujian nasional belum mencapai tujuan pendidikan, karena ujian nasional pada saat ini banyak terjadi ketidakjujuran dalam menjawab soal-soal yang diujikan. Untuk mencapai tujuan belajar itu adalah dengan proses belajar belajar yang baik. Ujian nasional itu masih diperlukan untuk mengetahui seberapa besar perkembangan sebuah sekolah tetapi untuk menentukan kelulusan tidak hanya dari pemerintah tetapi dari sekolah juga.
Ahdiar Rahmat
A1B110011

Menurut kalian apakah sudah sepenuhnya tujuan akhir tersebut tercapai? Berikan alasan penguatnya.
Lalu apa yang menyebabkan hal itu bisa terjadi?
Jawaban: Belum sepenuhnya berhasil, kalau boleh diberikan angka 1-10, kami memberi nilai 4 buat pencapaian nilai tujuan pendidikan Indonesia. Itu bisa dilihat dari tidak manusia-nya manusia Indonesia sekarang. Penyebab paling utama mungkin kurikulum yang tidak sesuai dengan kemampuan orang Indonesia, pembuat kurikulum hanya mementingkan pintar, bukan cerdas. Disamping itu juga jelas, penunjang pendidikan jadi factor utama, seperti halnya fasilitas yang tidak merata di seluruh daerah Indonesia. Lihat saja kebagian Timur.