Rabu, 15 Mei 2013

Masalah-Masalah Belajar Pada Anak Didik


 A. Masalah-Masalah Internal Belajar
Faktor internal yang dialami dan dihayati oleh siswa yang berpengaruh pada proses belajar sebagai berikut.
1. Sikap terhadap Belajar
Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu, mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, mengabaikan. Sikap menerima, menolak, atau mengabaikan suatu kesempatan belajar merupakan urusan pribadi siswa. Akibat penerimaan, penolakan, atau pengabaian kesempatan belajar  tersebut akan berpengaruh pada perkembangan kepribadian.
2. Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Motivasi belajar pada diri siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus-menerus. Agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, pada tempatnya diciptakan suasana belajar yang menggembirakan.
3. Konsesntrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memuasatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses pemerolehannya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar-mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar, serta selingan istirahat.
4. Mengolah Bahan Belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakana bagi siswa. Cara pemerolehan ajaran berupa cara-cara belajar sesuatu, seperti bagaimana menggunakan kamus, daftar logaritma, atau rumus matematika.
5. Menyimpan Porelahan Hasil Belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemapuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam waktu pendek dan waktu yang lama. Proses belajar terdiri dari proses pemasukan, proses pengolahan kembali dan hasil, dan proses penggunan kembali.
6. Menggali Hasil Belajar yang Tersimpan
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah terterima. Dalam hal pesan baru, siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari kembali atau mengaitkannya dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama, siswa akan memanggil atau membangkitkan pesan dan pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar. Proses menggali pesan lama tersebut  dapat berwujud (1) transfer belajar, atau (2) unjuk prestasi belajar. Penggalian hasil yang tersimpan ada hubungannya dengan baik atau buruknya penerimaan, pengolahan, dan penyimpanan pesan.
7. Kemampuan Berprestasi atau Unjuk Hasil Belajar
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak  proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajar. Siswa menunjukkan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian siswa tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh oleh proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan, pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman. Bila proses-proses tersebut tidak baik, siswa dapat berprestasi kurang atau dapat juga gagal berprestasi.
8. Rasa Percaya Diri Siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi pengembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar, diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian “perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Makin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin memperoleh pengakuan umum, dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat.
9. Intelegensi dan Keberhasilan Belajar
Menurut Wechler (Monks dan Knoers, Siti Rahayu Haditono) intelegensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Menurut Siti Rahayu Haditono, di Indonesia ditemukan banyak siswa memperoleh angka hasil belajar yang rendah. Hal itu disebabkan oleh faktor-faktor seperti (1) kurangnya fasilitas belajar di sekolah dan rumah di berbagai pelosok, (2) siswa makin dihadapkan oleh berbagai pilihan dan mereka merasa ragu dan takut gagal, (3) kurangnya dorongan mental dari orang tua karena orang tua tidak mengerti apa yang dipelajari oleh anaknya di sekolah, (4) keadaan gizi yang rendah sehingga siswa tidak mampu belajar yang lebih baik, serta (5) gabungan dari faktor-faktor tersebut, mempengaruhi berbagai hambatan belajar.
10. Kebiasaan Belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain (1)  belajar pada akhir semester, (2) belajar tidak teratur, (3) menyia-nyiakan kesempatan belajar, (4) bersekolah hanya untuk bergengsi, (5) datang terlambat bergaya pemimpin, (6) bergaya jantan, seperti merokok, sok menggurui teman lain, dan (7) bergaya minta “belas kasihan” tanpa belajar.
11. Cita-Cita Siswa
Cita-cita merupakan motivasi intrinsik.  Cita-cita tersebut perlu dididikkan. Didikan memiliki cita-cita harus dimulai sejak sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita sudah semakin terarah. Cita-cita merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri siswa.

B. Faktor-Faktorn Ekstern Belajar
1. Guru sebagai Pembina Siswa Belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsanya. Sebagai seorang guru yang pengajar, ia bertugas mengelola kegiatan belajar siswa di skolah. Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang tumbuh menjadi penyandang profesi guru bidang studi tertentu. Guru juga menumbuhkan diri secara profesional. Dia bekerja dan bertugas mempelajari profesi guru sepanjang hayat.
2. Sarana dan Prasarana Pembelajaran
Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olahraga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah, dan berbagai media pengajaran yang lain. Lengkapnya prasana dan sarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik.
Prasarana dan sarana digunakan untuk mempermudah siswa belajar. Dengan tersedianya prasarana dan sarana belajar berarti menuntut guru dan siswa dalam menggunakannya.
3. Kebijakan Penilaian
Proses belajar mencapai puncak pada hasil belajar siswa atau unjuk kerja siswa. Sebagai suatu hasil maka unjuk kerja tersebut, proses belajar berhenti untuk sementara. Dan terjadilah penilaian. Dengan penilaian yang maksud adalah penetuan sampai sesuatu dipandang berharga, bernutu, atau bernilai. Ukuran tentang hal itu berharga, bermutu, atau bernilai datang dari orang lain. Dalam penilaian hasil belajar maka penentu keberhasilan belajar tersebut adalah guru. Guru adalah pemegang kunci pembelajaran. Guru menyusun desain pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil belajar.
Hasil belajar merupakan hasil proses belajar. Hasil belajar dinilai dengan ukuran-ukuran guru, tingkat sekolah, dan tingkat nasional. Dengan ukuran-ukuran tersebut, seorang siswa yang keluar dapat digolongkan lulus atau tidak lulus. Dari segi proses belajar, keputusan tentang hasil belajar berpengaruh tindak siswa dan tindak guru.
4.  Lingkungan Sosial Siswa di Sekolah
Siswa-siswa di sekolah membentuk lingkungan pergaulan, yang dikenal sebagai lingkungan sosial siswa. Dalam lingkungan sosial tersebut ditemukan adanya kedudukan dan peranan tertentu.
Tiap siswa berada dalam lingkungan  sosial siswa di sekolah. Ia memiliki kedudukan dan peranan yang diakui oleh sesama. Jika seorang siswa terterima maka ia dengan mudah menyesuaikan dan segera dapat belajar. Sebaliknya, jika tertolak maka ia akan merasa tertekan.
5. Kurikulum Sekolah
Program pembelajaran di sekolah mendasarkan diri pada suatu kurikulum. Kurikulum yang di berlakukan di sekolah adalah kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerintah, atau suatu kurikulum yang disahkan oleh suatu yayasan pendidikan. Kurikulum sekolah tersebut berisi tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Berdasarkan kurikulum tersebut guru menyusun desain instruksional untuk membelajarkan siswa. Hal itu berarti bahwa program pembelajaran di sekolah sesuai dengan sistem pendidikan nasional.
C. Cara Menentukan Masalah-Masalah dalam Belajar
1. pengamatan Perilaku Belajar
Sekolah merupakan pusat pembelajaran. Guru bertindak menjelaskan dan siswa bertindak belajar. Tindakan belajar tersebut dilakukan oleh siswa. Siswa mengalami tindak belajarnya sendiri sebagai suatu proses belajar yang berjalan dari waktu ke waktu. Siswa dapat menghentikan sendiri, atau mulai belajar lagi. Dengan kata lain, perilaku belajar merupakan “gejala belajar” menurut pengamat. Sedangkan tindak belajar atau proses belajar merupakan “gejala belajar” yang dialami dan dihayati oleh siswa.
Guru selaku pembelajar bertindak membelajarkan, dengan mengajar. Guru selaku mengamat, melakukan pengamatan terhadap perilaku siswa. Jadi ada perbedaan guru, yaitu peran membelajarkan dan peran pengamat untuk menemukan masalah-masalah belajar. Bila masalah siswa ditemukan, maka peran guru sebagai pendidik adalah berusaha membantu memecahkan masalah belajar.
Peran pengamatan perilaku belajar dilakukan sebagai berikut.
a.       Menyusun rencana pengamatan, seperti tindakan belajar berkelompok atau belajar sendiri, dsb.
b.      Memilih siapa yang akan diamati, yang meliputi beberapa orang siswa.
c.       Menentukan berapa lama berlangsungnya pengamata, seperti dua, empat atau lima bulan.
d.      Menentukan hal-hal yang akan diamati, seperti cara siswa membaca, cara menggunakan media belajar, prosedur, dan cara proses belajar sesuatu.
e.       Mencatat hal-hal yang diamati.
f.       Menafsirkan hasil pengamatan. Untuk memperoleh informasi tentang pengamatan perilaku belajar tersebut, bilan perlu guru melakukan wawancara pada siswa tertentu untuk mempermudah pengamatan, pada tempatnya guru menggunakan lembar pengamatan perilaku belajar. (Semiawan, et. al, 1987; Biggs & Telfer, 1987).

2. Analisis Hasil Belajar
Setiap kegiatan belajar akan berakhir dengan hasil belajar. Hasil belajar tiap siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Bahan mentah hasil belajar terwujud dalam lembar-lembar  jawaban soal ulangan atau ujian, dan yang berwujud karya atau benda. Semua hasil belajar tersebut merupakan bahan yang berharga bagi guru dan siswa. Bagi guru, hasil belajar didwa dikelasnya berguna untuk melakukan perbaikan tindak mengajar dan evaluasi. Sedangkan bagi siswa, hasil belajar tersebut berguna untuk memperbaiki cara-cara belajar lebih lanjut. Oleh karena itu, pada tempatnya guru, mengadakan analisis tentang hasil belajar siswa dikelasnya.
Analisis hasil belajar siswa merupakan pekerjaan khusus. Hal ini pada tempatnya dikuasai dan dikerjakan oleh guru. Dalam melakukan analisis belajar, pada tempatnya guru melakukan langkah-langkah berikut.
a.       Merencanakan analisis sejak awal semester, sejalan dengan desain intruksional,
b.      Merencanakan jenis-jenis pekerjaan siswa yang dipandang sebagai hasil belajar.
c.       Merencanakan jenis-jenis ujian dan alat evaluasi; kemudian menganalisis kepantasan jenis ujian dan alat evaluasi tersebut.
d.      Mengumpulkan hasil belajar siswa, baik berupa jawaban ujian tulis, ujian lisan, dan karya tulis maupun benda.
e.       Melakukan analisis secara statistik tentang angka-angka perolehan ujian dan mengkategorikan karya-karya yang tidak bisa diangkakan.
f.       Mempertimbangkan hasil pengamatan pada kegiatan belajar siswa; perilaku belajar tersebut dikategorikan secara ordinal.
g.      Mempertimbangkan tingkat kesukaran bahan ajar bagi kelas, yang dibandingkan dengan program kurikulum yang berlaku.
h.      Memperhatikan kondisi-kondisi ekstern yang berpengaruh atau diduga ada pengaruhnya dalam belajar.
i.        Guru juga melancarkan suatu angkeet evaluasi pembelajaran pada siswa menjelang akhir semester, pada angket tersebut dapat ditanyakan tanggapan siswa tentang jalannya proses belajar-mengajar dan kesukaran bahan belajar.
Dengan analisis tersebut, guru mengambil kesimpulan tentang hasil belajar kelas dan individu. (Winkel, 1991: 325-37; Biggs & Telfer, 1987: 459-506)
3. Tes Hasil Belajar
Pada penggal proses belajar dilancarkan tes hasil belajar. Adapun jenis tes yang digunakan umumnya digolongkan sebagai tes lisan dan tes tertulis. Tes tertulis terdiri dari tes esai dan tes objektif.
Kelebihan tes lisan adalah (i) penguji dapat menyesuaikan bahasa dengan tingkat gaya tangkap siswa, (ii) penguji dapat mengejar tingkat penguasaan siswa tentang pokok bahasan tertentu, dan (iii) siswa dapat melengkapi jawaqban lebih leluasa. Sedangkan kelemahannya adalah (i) penguji dapat terjerumus pada kesan subjektif atas perilaku siswa, dan (ii) memerlukan waktu yang lama.
Kelebihan tes tertulis adalah (i) penguji dapat menguji banyak siswa dalam waktu terbatas, (ii) objektivitas pengerjaan tes terjamin dan mudah diawasi, (iii) penguji dapat menyusun soal-soal yang merata pada tiap pokok bahasan, (iv) penguji dengan mudah dapat menentukan standar penilaian, dan (v) dalam pengerjaan soal, siswa dapat memilih menjawab urutan soal sesuai kemampuannya. Kelemahannya adalah (i) penguji tidak sempat memperoleh penjelasan tentang jawaban siswa, (ii) rumusan pertanyaan yanh tak jelas menyulitkan siswa, dan (iii) dalam pemeriksaan dapat terjadi subjektivitas penguji.
Kelebihan pada tes esai adalah (i) penguji dapat menilai dan meneliti kemampuan siswa bernalar, dan (ii) bila cara memberi angka ada kriteria jelas maka dapat menghasilkan data objektif. Sedangkan kelemahan pada tes ini adalah (i) jumlah soal sangat terbatas dan kemungkinan siswa berspekulasi dalam belajar, serta (ii) objektivitas pengerjaan dan pembinaan sukar dilakukan.
Kelebihan dari tes objektif adalah (i) penguji dapat membuat soal yang banyak dan meliputi semua pokok bahasan, (ii) pemeriksaan dapat dilakukan secara objektif dan cepat, (iii) siswa tak dapat berspekulasi dalam belajar, serta (iv) siswa yang tak pandai menjelaskan dengan bahasa yang baik tidak terhambat. Sedangkan kelemahan dari tes objektif adalah (i) kemampuan siswa bernalar tidak tertangkap, (ii) penyusunan tes memakan waktu yang lama, (iii) memakan dana besar, (iv) siswa yang pandai menerka jawaban dapat keuntungan, dan (v) pengarsipan soal sukar dan memungkinkan kebocoran.
Tes hasil belajar adalah alat untuk membelajarkan siswa. Meskipun demikian, keseringan menggunakan tes tertentu akan menimbulkan kebiasaan tertentu. Artinya, jenis tes tertentu akan membentuk jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik tertentu. Pada tempatnya guru mempertimbangkan dengan seksama kelebihan dan kelemahan jenis hasil tes belajar yang digunakan.
Tes hasil belajar dapat digunakan untuk (i) menilai kemajuan belajar dan (ii) mencari masalah-masalah dalam belajar. Untuk menilai kemajuan dalam belajar, pada umumnya penyusun tes adalah guru itu sendiri. Untuk mencari masalah-masalah dalam belajar, sebaiknya penyusun tes adalah tim guru bersama-sama konselor sekolah. Oleh karena itu, pada tempatnya guru profesional memiliki kemampuan melakukan penelitian secara sederhana. (Winkel, 1991; Biggs & Telfer, 1987)

Sumber: Mudjiono & Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran.Jakarta. PT Rineka Cipta.